
24, Apr 2025
3 Wisata Kuliner di Tengah Kecamuk Perang
Di balik asap mesiu dan suara tembakan yang kerap menjadi latar belakang kehidupan di Irak selama bertahun-tahun, ada denyut kehidupan lain yang tak kalah kuat: aroma rempah-rempah, kepulan roti panas, dan hiruk-pikuk pedagang kaki lima yang pantang menyerah. Di tengah situasi perang, kuliner justru menjadi satu-satunya hal yang tetap menyatukan warga, menjadi penanda bahwa hidup, meski digerogoti ketidakpastian, tetap harus dinikmati.
Berikut adalah tiga pengalaman kuliner yang tetap bertahan di tengah kecamuk perang—pengingat bahwa bahkan di zona konflik, selera dan budaya tetap punya tempat.
1. Mutanazah di Baghdad: Rasa Rumahan di Tengah Kawasan Bersejarah
Di salah satu sudut kawasan Karrada di Baghdad, yang pernah luluh lantak akibat ledakan bom, ada sebuah kedai sederhana yang tetap berdiri: warung keluarga yang menjual Mutanazah, sajian tradisional daging kambing rebus dengan nasi berbumbu kayu manis dan kapulaga. Disajikan dengan yogurt dan acar buatan rumah, makanan ini seperti pelukan hangat di tengah hari yang penuh ketegangan.
Pemilik warung, Abu Firas, mengatakan bahwa selama restoran kecilnya masih bisa buka, ia merasa seperti sedang melawan kehancuran dengan sendok dan garpu. “Kalau kami berhenti masak, itu artinya kami kalah,” katanya sambil menyendok nasi ke piring pelanggan.
2. Samak Masgouf di Tepi Sungai Tigris: Ritual Damai dari Laut
Samak Masgouf adalah hidangan ikan air tawar yang dibelah dan dipanggang perlahan dengan api kayu di udara terbuka. Di tepi Sungai Tigris, meski suara helikopter kadang melintas rendah, pengunjung tetap datang untuk menikmati hidangan ini.
Masgouf bukan hanya soal rasa, tapi juga ritual: dari pemilihan ikan karper segar, pemanggangan lambat selama hampir dua jam, hingga momen makan bersama keluarga di atas tikar. Dalam suasana perang, waktu yang lambat dan kebersamaan menjadi kemewahan langka.
Di satu tenda makan di daerah Rusafa, seorang jurnalis lokal berkata, “Makan masgouf di sini seperti menyaksikan Baghdad lama yang belum hilang sepenuhnya.”
3. Roti Tanoor di Sulaimaniyah: Hangatnya Harapan Setiap Pagi
Di kota Sulaimaniyah, wilayah Kurdi di Irak utara yang relatif lebih tenang, roti tanoor adalah bagian dari denyut pagi. Dimasak di dalam oven tanah liat panas, roti bundar ini bertekstur renyah di luar dan lembut di dalam, biasa dimakan dengan keju putih lokal atau kacang-kacangan.
Meski sesekali terdengar kabar tembakan di kejauhan, antrean tetap mengular di toko roti di pinggiran kota. Para ibu rumah tangga, pekerja, bahkan tentara, berdiri bersama dalam diam, berbagi aroma roti yang baru matang. Bagi banyak warga, roti ini bukan sekadar makanan, melainkan simbol stabilitas kecil di tengah ketidakpastian.
- 0
- By riana